Pergerakan dinar

Tabungan M-Dinar

Gold Dinar Jameela

Gold Dinar Jameela...Kunjungi kami di Mila Salon Jl.Kota Bambu Raya RT 008 RW 04 No:7 Kota Bambu Selatan-Jakarta Barat Belakang RS.Harapan Kita dan RS.Dharmais-Slipi 021-5653390 Mobile-phone:085880957788.

Owner Gold Dinar Jameela

Gold Dinar Jameela...Kunjungi kami di Mila Salon Jl.Kota Bambu Raya RT 008 RW 04 No:7 Kota Bambu Selatan-Jakarta Barat Belakang RS.Harapan Kita dan RS.Dharmais-Slipi 021-5653390 Mobile-phone:085880957788.

Gold Dinar Jameela

Kunjungi kami di Mila Salon Jl.Kota Bambu Raya RT 008 RW 04 No:7 Kota Bambu Selatan-Jakarta Barat. Belakang RS.Harapan Kita dan RS.Dharmais-Slipi 021-5653390 Mobile-phone:085880957788.

Gold Dinar Jameela

Kunjungi kami di Mila Salon Jl.Kota Bambu Raya RT 008 RW 04 No:7 Kota Bambu Selatan-Jakarta Barat Belakang RS.Harapan Kita dan RS.Dharmais-Slipi 021-5653390 Mobile-phone:085880957788.

Gold Dinar Jameela

Kunjungi kami di Mila Salon Jl.Kota Bambu Raya RT 008 RW 04 No:7 Kota Bambu Selatan-Jakarta Barat Belakang RS.Harapan Kita dan RS.Dharmais-Slipi 021-5653390 Mobile-phone:085880957788.

Rabu, 24 April 2013

Harga emas dalam perspektif jangka panjang



By : Muhaimin Iqbal

Harga emas turun tajam – paling tajam sejak saya mulai mengamati langsung pergerakan harga emas dunia lima tahun terakhir. Dalam situasi seperti ini, pasti banyak pertanyaan dari masyarakat pengguna emas atau Dinar. Ada apa sebenarnya ?, apa yang harus dilakukan ? kemana arah selanjutnya ? dlsb. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan lebih mudah dijawab bila kita lihat harga emas ini dalam perpektif jangka panjang dan dalam perspektif ekonomi yang lebih luas.


Sumber : BPS, IDX, Kitco & GeraiDinar
Saya akan gunakan data dua puluh tahun terakhir dan belajar juga dari luar pasar emas, yaitu dengan saudara-nya yang mirip - pasar saham. Untuk era modern ini pasar saham lebih mateng dari pasar emas karena para pemainnya adalah korporasi-korporasi besar dunia. Bila di Indonesia ya perusahaan-perusahaan besar Indonesia.


Selama dua puluh tahun terakhir, setidaknya saya melihat tiga kali penurunan besar di pasar saham yaitu selama krisis 1997-1998 (turun 38%), krisis di awal reformasi tahun 2000 (turun 42%) dan terakhir pengaruh krisis finansial global tahun 2008 (turun 51%).

Pada periode yang sama, harga emas atau dalam hal ini saya setarakan Dinar mengalami dua kali penurunan besar yaitu tahun 1999 (turun 27%) dan yang sekarang sedang terjadi (sudah turun 14% dari harga tertingginya 2011).

Apa Penyebabnya ?

Kenaikan harga saham mestinya sejalan dengan pertumbuhan perusahaan-peusahaan yang tercatat di bursa saham. Karena yang tercatat di bursa saham umumnya perusahaan-perusahaan besar yang memegang peran penting pada ekonomi suatu negara, maka pertumbuhan bursa saham mestinya juga seiring dengan pertumbuhan ekonomi negeri yang bersangkutan.

Bila pertumbuhan ekonomi rata-rata misalnya 6 %, tetapi Index Harga Saham Gabungan melonjak jauh di atas angka ini, maka bisa jadi kenaikan ini bukan karena faktor fundamental – tetapi lebih karena faktor sentimen pasar yang dengan mudah akan terkoreksi bila sentimen tersebut berbalik arah. Itulah umumnya yang terjadi pada setiap penurunan besar di bursa saham yang tercermin dalam grafik tersebut di atas.

Bila saham mestinya seiring dengan pertumbuhan ekonomi, tidak demikian dengan harga emas. Emas berada di pasar komoditi dan emas juga merupakan cermin dari harga barang-barang. Oleh karenanya kenaikan harga emas, seharusnya mencerminkan kenaikan harga barang-barang pada umumnya. Atau dengan kata lain kenaikan harga emas mestinya sejalan dengan inflasi.

Bila kita asumsikan inflasi rata-rata itu juga hanya 6 %, maka kenaikan harga emas yang terlalu tinggi  - seperti yang sempat mencapai kenaikan 53 % dari 2010 ke 2011- bukan merupakan kenaikan yang didukung oleh faktor fundamental yang wajar. Pendorongnya lebih banyak karena faktor sentimen pasar.

Dalam hal harga emas sentimen pasar yang melonjakkan harga emas itu adalah kebijakan Quantitaive Easing (QE) dari the Fed-nya Amerika Serikat. Kebijakan QE 1 yang dilakukan Amerika tahun 2008 membuat harga emas melonjak 33 % di tahun 2008, QE 2 yang dilakukan tahun 2010 membuat harga emas melonjak 53 % di tahun 2011. QE 3 di tahun 2012 belum sempat mengangkat pasar ketika isu dihentikannya program QE mulai merebak di pasar.

Sebagaimana sentimen QE melonjakkan harga emas selama 2008- 2011, maka ketika sentimen QE ini menghilang, harga emas seperti roket yang terhempas jatuh karena hilangnya daya dorong - itulah yang terjadi saat ini di pasar emas dunia tidak terkecuali Indonesia !


Lantas Apa Yang Perlu Kita Lakukan ?

Lagi-lagi kita bisa belajar dari saudara tua pasar emas yaitu pasar saham. Para pemain baru – yang umumnya individu – di pasar saham, mereka panik ketika harga saham jatuh. Dalam kondisi ini mereka justru menjual saham dan meninggalkan pasar saham, mereka inilah yang paling merugi karena yang tadinya baru potential loss (ketika harga saham jatuh) diubah menjadi actual loss (ketika saham dijual pada saat harga jatuh).

Pemain-pemain yang bersifat long term – umumnya perusahaan-perusahaan yang memiliki track record panjang di bursa saham – mereka mencatat dan memperhitungkan potential loss ini – tetapi mereka tidak meng-actual-kan loss-nya karena mereka tidak menjual ketika harga saham jatuh. Karena perpektifnya yang lebih jauh, mereka-mereka inilah yang diuntungkan ketika terjadi rebound di pasar saham seperti yang terjadi dalam 5 tahun terakhir – sejak kejatuhannya di tahun 2008.

Maka demikian pula yang bisa dilakukan oleh para pengguna emas atau Dinar. Penurunan yang significant sekarang tentu menjadi potential loss bagi emas atau Dinar Anda (terutama yang membelinya ketika harga tinggi di tahun 2011 dan sesudahnya), tetapi potential loss ini baru akan menjadi kerugian yang sesungguhnya – actual loss – bila Anda menjual selagi harga emas rendah seperti sekarang ini.

Bila Anda bertahan sekarang untuk perspektif jangka panjang, maka ketika harga emas rebound – InsyaAllah Anda pula yang akan diuntungkan.


Apakah Harga Emas Masih Akan Turun Terus ?

Untuk jangka pendek kemungkinan itu tentu ada karena seperti roket yang kehilangan daya dorong tersebut di atas. Namun sama dengan harga saham yang jatuh berkali-kali-pun tetap bisa bangkit kembali karena sejauh ekonomi suatu negara tetap tumbuh, harga saham mestinya juga tetap bisa tumbuh (kembali) – sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.

Demikian halnya dengan harga emas, sejauh inflasi atau kenaikan umum harga barang-barang masih terjadi di suatu negeri – maka emas tidak terkecuali, dia akan ikut naik sejalan dengan inflasi itu.

Meskipun saya gunakan pembelajaran dengan harga saham untuk memahami penurunan harga emas kali ini, tidak berarti lantas saya menganjurkan investasi saham dan produk-produk turunannya meskipun sekarang lagi sangat menggiurkan hasilnya. Karena bila koreksi itu terjadi seperti yang pernah terjadi 3 kali dalam dua dasawarsa terakhir, maka koreksi itu akan menyakitkan – sebagaimana yang kita alami kini untuk koreksi harga emas.

Tetapi apakah emas lebih baik ?, mungkin ini subjektif tetapi agar tidak subjektif silahkan perhatikan kinerja keduanya di grafik tersebut di atas – dan Anda bisa tarik kesimpulan Anda sendiri. Saya tidak pernah mengatakan bahwa investasi emas itu adalah investasi terbaik, karena emas bukan instrumen investasi yang sesungguhnya – emas lebih merupakan instrumen untuk mempertahankan nilai.


Lantas Apakah Investasi Terbaik Itu ?

Yang terbaik adalah investasi yang tidak hanya berorientasi untung rugi, yang tidak terbatas pada penciptaan nilai (value creation) , yang terbaik adalah investasi yang membawa misi dan membangun nilai-nilai. Seperti apa bentuk konkritnya ?.

Bayangkan kalau Anda berinvestasi pada lahan, kemudian di atas lahan tersebut Anda tanami dengan tanaman pangan yang akan dibutuhkan untuk umat sekarang dan yang akan datang. Setiap Anda datangi lahan tersebut dan menyirami tanaman diatasnya, Anda niatkan untuk memberi makan di hari kelaparan – memberi makan bagi dunia. Maka seperti inilah investasi terbaik itu, jenisnya bisa sangat banyak dan ada di berbagai bidang – tidak harus pertanian.

Intinya adalah sektor riil yang menciptakan lapangan kerja, meng-create produk, memberi solusi atas masalah yang ada di masyarakat, memenuhi segala kebutuhan manusia di jaman ini dan nanti. InsyaAllah.

Senin, 08 April 2013

Runtuhnya Uang Kertas



Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara 

Pernyataan ini mengacu pada sistem uang kertas, yang telah menggantikan uang emas (Dinar) dan uang perak (Dirham), yang kini memperlihatkan keruntuhannya. Hadis ini mendapatkan realitasnya dalam kurun empat puluh tahun terakhir ini.

Runtuhnya uang kertas terjadi pada hakekatnya yakni nilainya yang semakin susut. Uang kertas adalah pengkhianatan atas takaran nilai atau harga, yang diwujudkan sebagai alat tukar, dari fitrahnya semula berupa komoditas bernilai menjadi semata-mata simbol numerik. Akibatnya transaksi yang semula tunai bukan saja jadi tertunda tapi juga menggelembung semu. Keduanya, penundaan dan penggelembungan, adalah dua pilar riba. Dalam Qur'an sudah ditegaskan "Allah, subhanahu wa ta'ala akan meruntuhkan riba."





Metamorfosa Uang Kertas

Untuk memahami substansi dan posisi hukumnya sebagai riba perlu dimengerti asal muasal uang kertas. Untuk sampai pada bentuk yang kita kenal hari ini uang kertas bermetamorfosa seiring zaman. Setidaknya ada tiga tahap.

Pertama, uang kertas lahir sebagai kuitansi (bukti utang), yang dikeluarkan para pandai emas dan perak, dan dapat ditebuskan kembali oleh pemiliknya. Dalam syariat Islam janji utang ini dikenal sebagai dayn, yang haram dipakai sebagai alat jual-beli, karena pembayaran dengannya berarti tidak kontan. Pada satu titik pemerintah memberikan hak monopoli penerbitan surat utang itu kepada satu pihak saja yaitu bank sentral. Maka, janji utang yang semula bersifat privat (antara pemilik harta dan pihak yang dititipinya) kini menjadi publik, dan dipaksakan berlaku umum. Ini terjadi pada abad ke-17.

Kedua, para bankir yang sekarang memonopoli itu secara sepihak mengubah uang kertas tadi dari janji utang (promissory note) menjadi bank note, yaitu uang kertas tadi tidak lagi bisa ditebuskan jadi koin emas atau perak oleh pemiliknya. Meski setiap kali mencetaknya para bankir tetap menjaminnya dengan emas atau perak batangan. Ini disebut sebagai sistem standar emas, berlaku pada abad ke-20.

Di Amerika perubahan itu terjadi pada 1933, pasca depresi hebat. Rakyat Amerika dilarang memiliki emas dan harus menyerahkannya kepada The Federal Reserve, perusahaan swasta pemegang monopoli dolar AS. Rakyat boleh kembali memiliki emas dengan cara membelinya sebagai batangan, tapi dengan harga lebih mahal. Ketika dirampas oleh bank sentral AS (1933) emas dibeli 20 dolar AS/oz, setelah uang kertas dolar AS yang baru diterbitkan (1934), hanya bisa dimiliki kembali seharga 35 dolar AS/oz. Artinya dolar AS didevaluasi (40%). Emas tak lagi sebagai uang, tapi jadi komoditi.

Kemudian sejak 1944 Sistem Bretton Wood berhasil dipaksakan sebagai sistem internasioal. Intinya satu-satunya uang kertas yang didukung emas hanya dolar AS (kurs 35 dolar AS/oz), seluruh mata uang kertas lain dikurs tetap terhadap dolar AS. Perubahan kurs hanya bisa dilakukan oleh pemerintah nasional atas izin IMF (international Monetary Fund) yang didirikan bersama berlakunya sistem ini. Ini juga bermakna dolar AS ditetapkan sebagai standar dan berlaku internasional. Ini berlangsung sampai 1971.

Ketiga, pada Agustus 1971, Richard Nixon, Presiden AS yang hampir bangkrut karena Perang Vietnam, secara sepihak mengakhiri Bretton Wood, mencabut ikatan emas atas dolar AS. Maka, bank sentral dapat mencetak uang kertas sekehendaknya. Uang kertas bernilai dan diterima sebagai alat tukar sepenuhnya atas dasar paksaan undang-undang. Kurs antarauang kertas pun tidak lagi ditetapkan oleh pemerintah, melainkan oleh para pedagang uang. Uang kertas jadi komoditas dan seluruh sistem moneter sepenuhnya dikendalikan oleh spekulan.

Kisah Rupiah
Lahir sebagai negara fiskal baru, 1946, Republik Indonesia mengadopsi model yang sama. BNI 46 ditetapkan sebagai Bank Sentral, menerbitkan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI), dengan janji tiap Rp 2 bernilai satu gram emas. Bankir internasonal menolaknya. Setelah menyerah dalam Konferensi Meja Bundar (1949), sebagai syarat pengakuan atas RI, BNI 46 diganti oleh De Javasche Bank (mulai 1951 diubah jadi Bank Indonesia), ORI diganti dengan UBI (Uang Bank Indonesia).

Begitu diakui (1949) rupiah dipatok Rp 3.8 per dolar AS. Saat ORI jadi UBI (1952) rupiah melorot ke Rp 11.4 per dolar. Sepanjang waktu kemudian rupiah terus melorot sampai Rp 45 (1959), sempat melesat ke Rp 0,25 (1965), berkat sanering (Rp 1000 menjadi Rp 1) oleh Presiden Soekarno. Selama Orde Baru atas order IMF dan Bank Dunia rupiah berkali-kali didevaluasi. Pada 1970 jadi Rp 378, 1971 jadi Rp 415, 1978 merosot lagi 55%, jadi Rp 625; didevaluasi lagi pada September 1983, 45%, jadi Rp 970 per dolar AS. Pada 1986 bertengger di Rp 1.660/dolar AS.

Dari waktu ke waktu nilai tukar rupiah terus terdepresiasi, mencapai Rp 2.200 per dolar AS sebelum "Krismon" 1997. Rupiah kemudian "terjun bebas" pertengahan 1997, dan sejak itu terus terombang-ambing � lagi-lagi atas kemauan IMF dan Bank Dunia - dalam sistem kurs mengambang, dengan titik terendah Rp 16.000, awal 1998. Saat ini fluktuatif di Rp 9.500-Rp 10.000. Sementara dolar AS sendiri, yang berlaku sebagai jangkar, telah kehilangan lebih dari 95 persen daya belinya sejak berlaku pada 1913. Rupiah telah kehilangan 99 persen daya belinya sejak 1946.




Belakangan para bankir menemukan teknik baru, bukan untuk menghentikan, tapi menyembunyikan, proses keruntuhan uang kertas. Namanya redenominasi. Pembuangan beberapa angka 0 adalah untuk memberi efek psikologis masyarakat untuk tidak merasakan semakin miskin. Realitas sejatinya tidak bisa dikelabui. Dalam rentang dua tahun terakhir saja sejak isu redenominasi dilontarkan 2010 lalu, diukur dengan nilai telor ayam saja, rupiah telah kehilangan lebih dari 25% daya belinya. Dua tahun lalu Rp 100.000 dapat 7 kg telor ayam, hari ini cuma dapat 5 kg. Tidak ada bedanya rupiah diberi lima angka 0 (Rp 100.000) atau digunduli hanya dengan dua angka 0 (Rp 100). Daya belinya sudah tergerus 25%.

Redenominasi bukan solusi. Solusinya adalah ikutilah Nabi, kembali kepada Dirham perak dan Dinar emas, yang sudah terbukti bebas dari inflasi. 

Jumat, 05 April 2013

Dinar dan Dirham pada Zaman Nabi Adam Alaihis Salam




Oleh : Nurman Kholis - Peneliti Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI

Emas dan perak memang ditakdirkan sebagai benda bernilai dengan fungsi sebagai alat tukar. Telah digunakan sejak Nabi Adam AS. 

Dalam kitab Qishash al-Anbiya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh al-Hajj Azhari al-Khalidi (tanpa tahun: 28-29) disebutkan bahwa dinar (uang emas) dan dirham (uang perak) sudah ada sejak zaman Nabi Adam 'alaihi salam. Hal ini sebagaimana tertulis dalam kitab tersebut:


 "Hai Bapak kami, berilah akan kami suatu perbuatan akan belanja kami dan perniagaan kami", maka kata Nabi Adam "segala anakku sabarlah kamu dahulu lagi akan kupohonkan kepada Allah ta'ala".


Arkian maka Nabiyullah Adam ialaihi as-salam pun minta do'a kepada Allah ta'ala "Ya tuhanku bahwasanya Engkau jua Tuhan yang amat mengampuni akan hal segala hamba-Mu bahwa kehendak mereka itu dunia ini yang fana ini daripada negeri akhirat, maka jika Kau anugrahai harta dan belanja dan perniagaan akan mereka itu niscaya gururlah mereka itu akan dunia mereka itu dan jika tiada kau anugrahkan mereka itu sebagai lah? Ia mintai belanja dan dengan supaya berniaga mereka itu inilah bagi hamba-Mu memohonkan karunia-Mu".

Arkian maka jibril pun turun kepada Nabiyullah Adam membawa segenggam perak uang maka ujar jibril: "Ya Adam bahwa Tuhanmu berfirman kepada-Mu: "inilah emas segenggam dan perak segenggam anugrah daripada Allah ta'ala akan segala anak cucunya tuan hamba", maka sahut Nabi Adam: "Ya Jibril bagaimana segala anak cucu hamba emas dan perak yang segenggam ini karena mereka itu amat banyak", maka ujar Jibril: "Ya Adam bahwa firman Tuhan-Mu jangan Kau sangka demikian itu bahwasanya Tuhan seru alam amat kuasa, hendaklah tuan hamba hantarkan emas dan perak itu pada suatu bukit niscaya dianugrahakan Tuhan datang kepada anak cucu tuan hamba mengambil dia hingga datang kepada hari kiamat pun tiada akan habis. Bahwasanya Allah jua Tuhan yang kuasa pada membanyak kan dia hatta".

Maka diambil Nabi Adam lah emas dan perak itu lalu dihantarkannya pada suatu bukit antara beberapa hari maka datang pula segala anak cucunya Nabiyullah. Adam menghadap, maka ujar mereka itu "Hai Bapak mana belanja dan perniagaan agama kami?", maka sahut Nabi Adam "ambillah oleh kamu pada bukit itu emas dan perak dianugrahakan Allah ta'ala akan kamu sekalian." Maka pergilah mereka itu mengambil emas dan perak kepada bukit itu.


Menurut Hamdan Hassan sebagaimana dikutip oleh Liaw Yock Fang (2011: (238-240), cerita-cerita Nabi-nabi yang paling terkenal ialah Qishash al-Anbiya yang disusun oleh al-Kisa'i sebelum abad ke-13. Ia adalah diakui sebagai tukang cerita yang ulung. Ia tidak membatasi sumbernya pada al-Quran dan tafsirnya saja. Ia juga menimba bahannya dari cerita setempat dan cerita-cerita khayalan seperti yang terdapat dalam Cerita Seribu Satu Malam.

Cerita al-Quran dalam bahasa Melayu terkenal dengan nama Kisah al-Biya. Naskahnya banyak sekali dan terdapat di perpustakaan-perpustakaan di Leiden, London dan Jakarta. Di Perpustkaan Nasional Jakarta terdapat enam naskah Kisah al-Anbiya. Empat dari naskah itu, yaitu kitab Ahlu Tafsir (vd. Wall 66), Qisasul-Anbiya (v.d. Wall 67), Hikayat Fir'aun (v.d. Wall 68) dan Anbiya (Cohen Stuart 122) telah dikaji oleh seorang sarjana Belanda yang bernama D. Gerth Van Wijk (Wijk, 1893: 239-245). Namun tidak dapat diketahui bila dan oleh siapakah naskah-naskah itu ditulis. Yang diketahui ialah Qisasul Anbiya disalin oleh Encik Husain, seorang Bugis yang tinggal di Kalang, Hikayat Fir'aun disalin oleh Encik Mohammad Syam yang berasal dari Lingga.

Suratul Anbiya pula asalnya adalah sebuah naskah yang dimiliki oleh seorang bernama Baharuddin, tinggal di di Gang Trunci, Kampung Norbek. Di dalam halaman pertama dinyatakan bahwa hikayat itu memerlukan waktu delapan bulan untuk menyalinnya. Seperti hadis juga, Kisas al-Anbiya selalu mulai dengan isnad yaitu daftar nama orang yang menurunkan cerita. Di antara nama yang sering disebut ialah Abdullah ibn Abbas (wafat 687), Muhammad al-Qalbi, Ka'ab al-Ahbar (wafat 652), Wahab Ibn Malik dan Sa'bi (wafat 1059).

Kisah al-Anbiya yang diterjemahkan oleh Hai Azhari Khalid dari bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu itu mempunyai jalan cerita yang sama dengan Suratul Anbiya (Cohen Stuart 22). Mungkin sekali keduanya berasal dari suatu sumber yang sama. Sayang sekali tahun penerjemahan dan penerbitan tidak disebut. Hanya disebut bahwa kitab itu pernah dibetulkan oleh Muhammad Tahir al-Indunisia, tukang tashih kitab Melayu di Mesir. Kitab ini pernah berkali-kali diterbitkan oleh berbagai penerbit, seperti Sulaiman Mar'i di Singapura, Darul Ma'arif di Pulau Pinang dan Menara Kudus di Jakarta. Menurut Muhammad Hasan, penerbit buku agama di Mesir seperti Mustafa al-babi al-Habi wa Awladihi di Mesir juga pernah menerbitkan Kisah al-Anbiya pada tahun 1348 H/1929 M (Hamdan Hassan, 1982: 72).

Kisah serupa juga sejalan dengan hasil penelusuran Soni Farkhani dari kitab Nashaih al-'Ibad yang hingga kini masih dikaji di pesantren-pesantren yang mengajarkan kitab kuning. Di dalam kitab karya Syaikh Nawawi Al-Jawi Al-Bantani (lahir 1230 H di Banten dan meninggal pada tahun 1314 H di Mekkah) yang merupakan syarah kitab al-ManbaÄ¥atu 'ala al-Isti'dad li yaum al-Mi'ad karya Ibn Hajar al-'Asqalani ini ditulis:

"Setelah Allah menurunkan Nabi Adam as. Dari syurga ke arcapada (dunia), maka sesungguhnya segala sesuatu mendampinginya, kecuali emas dan perak. Kemudian Allah berfirman kepada benda tersebut," Aku mendampingi engkau dengan hamba-Ku, kemudian hamba itu Aku lepas dari sampingku dan semua pihak yang semula mendampinginya, merasa susah karenanya kecuali engkau berdua. "Maka keduanya menjawab, "Tuhan kami, Engkau Maha Mengetahui, bahwa justru membuat kami berdua berdampingan dengannya selagi ia menaati-Mu, maka kami tidak merasa susah atas nasib selanjutnya." Lalu Allah berfirman kepada keduanya," Demi kitinggian-Ku dan keagungan-Ku, niscaya Aku akan membuatmu berharga, sehingga tidak dapat di peroleh segala sesuatu melainkan denganmu berdua."

Kisah tentang uang emas dan uang perak yang sudah ada sejak zaman Nabi Adam juga ditulis oleh Taqiyuddin Ahmad ibn Ali al-Maqrizi dalam Ighathat al-Ummah bi Kashf al-Ghummah. Di dalam kitab ini dinyatakan orang pertama yang mencetak uang emas (dinar) dan uang perak (dirham) adalah Nabi Adam a.s yang bersabda bahwa kehidupan ini tidak akan menyenangkan tanpa mata uang dinar dan dirham. Al-Maqrizi mengutip hal ini dari kitab Tarikh Dimashq yang ditulis Hafidh Ibn Asakir (Allouche, 1994: 55-56).

Di dalam Injil, menurut Bates (1998: 103 & 107) juga dijelaskan bahwa di awal-awal kehidupan manusia, emas dan perak merupakan barang bernilai yang tinggi dan Injil selalu mencatat emas dan perak sebagai uang.

Kamis, 04 April 2013

Belajar tentang ide mata uang dari Hugo Chavez



Seperti sejumlah tokoh revolusioner lainnya, Vladimir Lenin, Mau Zedong, dan Ho Chi Minh, jasadnya bahkan dibalsem dan tidak dikuburkan. Mendiang Hugo Chavez telah menjadi ikon warisan ideologi sosialis-revolusioner, dan anti-imperialisme, yang dalam dua dekade terakhir ini praktis telah mati. Langkah-langkah populis Chavez selama 14 tahun kekuasannya seolah telah membantah tesis pongah bahwa kapitalisme telah mengakhiri sejarah. 

Lahir sebagai bocah miskin, berpendidikan militer, menganut Teologi Pembebasan, Chavez mereintrodusir falsafah politik Jenderal Simon Bolivar (1783-1830). Jenderal Bolivar adalah pembebas Venezuela dari Spanyol dan tokoh antiimperialisme. Ajaran Bolivar menekankan pentingnya pendidikan, kerjasama kekuatan militer-sipil, keadilan sosial, kedaulatan nasional dan, pada saat bersamaan, solidaritas regional dan integrasi Amerika Latin. 

Chavez menyebut falsafah politiknya sebagai Bolivarianisme, dan menyatakan perbedaannya dengan paham konvensional sosialisme negara. Ia menekankan perlunya "demokrasi partisipatif", melalui institusi kerakyatan yang ia ciptakan yaitu "Dewan Komunal", sebagai bentuk keterlibatan akar rumput dan demokrasi pertisipatif. Satu hal yang jelas adalah tindakan ekonomi politik Chavez sangat melawan hegemoni Barat, sebuah sikap yang hari ini tampak "kadaluarsa". Jejak langkah Chavez sebenarnya mengingatkan kita kepada "Pemimpin Besar Revolusi" di negeri ini, Bung Karno, Presiden I RI, selama kurun 1950-1965. 

Chavez, seperti Bung Karno, menasionalisasikan perusahaan-perusahaan asing dalam cakupan yang sangat luas. Perusahaan minyak dan gas, telekomunikasi, semen, enerji dan listrik, besi dan baja, bahkan perusahaan pengolah makanan dan hasil pertanian, ia ambil alih demi kepentingan rakyat Venezuela. Ini bertolak belakang dengan kebanyakan rezim negeri "Dunia Ketiga" lain, termasuk Indonesia, yang justru menjuali perusahaan-perusahaan negara kepada investor asing. Seperti juga Bung Karno, Chavez menyatakan Venezuela keluar dari IMF dan Bank Dunia, serta melakukan reformasi agraria. 

Meski tidak disukai oleh kelas borjuis Chavez terbukti berhasil mengentaskan kaum miskin di negerinya sampai 75 persen. Kesenjangan kaya-miskin juga mengecil dengan Koefisien Gini 0.39, bandingkan misalnya dengan Brazil yang masih 0.52. Secara umum para pejabat di PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) juga menyatakan Venezuela telah berhasil mencapai target Millenium Development Goals (MDGs), bahkan sebelum tenggat waktunya, yaitu 2015. Secara politik Chavez terus turut berupaya menciptakan kutub baru, bersama Cina, Brazil, Iran, dan Rusia. 

Sayang Tuhan menentukan lain, Comandante Hugo Chavez harus mengakhiri langkahnya, karena ajalnya telah tiba. Meski demikian, sangat menarik bagi kita untuk mengetahui agenda Chavez yang masih tersisa, yang belum banyak terungkap di muka publik. Di kawasannya sendiri, Amerika Latin dan Karibia, Chavez tengah mengupayakan terbentuknya mata uang bersama, yang disebut sucre. Bersama beberapa negara yang telah disebut di atas ia melakukan perdagangan dengan cara imbal beli, untuk menghindari penggunaan dolar AS. Tujuan yang hendak dicapai oleh Chavez adalah memisahkan diri dari sistem perekonomian (kapitalisme) global. Langkahnya yang paling mutakhir, tapi terhenti karena ajalnya, adalah minatnya untuk mencetak dan menggunakan mata uang emas dan perak. Sebuah tindakan yang akan membuat cita-citanya pisah secara total dari sistem kapitalisme global menjadi kenyataan. Chavez telah memulainya sejak Agustus 2011 lalu dengan menarik tabungan emasnya dari bank-bank di Eropa. Dari total cadangan emas Venezuela sekitar 360 ton, lebih dari 352 ton telah ditarik pulang, hanya dalam waktu tiga bulan. 

Tak lama kemudian, akhir 2011, Chavez telah meminta salah satu menterinya untuk mempelajari kemungkinan mencetak uang emas dan perak, merujuk pada telah kembalinya Dinar emas dan Dirham perak di kalangan umat Islam. Tarek al Aissami, Menteri Dalam Negeri dan Hukum Venezuela, yang beragama Islam, telah menghubungi Shaykh Umar I Vadillo, yang dikenal sebagai "Bapak Dinar" modern, di Kuala Lumpur. Atas nama Chavez Menteri Aissami menyampaikan undangan untuk Shaykh Umar agar mempresentasikan dan menjelaskan perkembangan Dinar dan Dirham. Rencana ini belum terwujud, Chavez mulai harus mengurus dirinya sendiri karena masalah kesehatannya, sampai terdengar kabar kematiannya. 

Kini Chavez telah tiada. Namun, keinginan kuat untuk keluar dari kapitalisme global, bahkan menciptakan model sendiri dengan sistem mata uang berbasis emas dan perak tumbuh di mana-mana. India, Iran, dan Cina, mulai berdagang menggunakan emas sebagai alat tukar. Rusia, di bawah Dmitry Medvedev (2009), telah menggagas koin emas sassoli untuk Eropa. Sejumlah negara bagian di AS telah melegalkan kembali koin emas dan perak sebagai alat tukar yang sah. Cina, memasuki 2013 ini, tengah menyiapkan sistem pembayaran berbasis emas. Robert Mugabe, di Zimbabwe, yang saat ini bahkan tidak memiliki mata uang sendiri dan menggunakan dolar AS, tengah menjajagi mencetak koin emas, dengan nama sovereign, untuk Uni Afrika. 


Selamat jalan hai pejuang...

Selasa, 02 April 2013

1971 adalah awal dari Manipulasi Uang Kertas.


1971 adalah awal dari Manipulasi Uang Kertas
1971 adalah awal dari Manipulasi Uang Kertas.
Pertemuan puncak 20 pemimpin negara yang memiliki focus pada financial market dan ekonomi dunia di Wahington, D.C. pekan lalu rame disebut-sebut sebagai cikal bakal Bretton Woods II.

Apa sih Bretton Woods ini ?, mari kita lihat kebelakang sejarahnya.

Cerita Bretton Woods ini bermula pada bulan July tahun 1944 ketika Amerika merasa telah memenangi sebagian besar Perang Dunia II, maka mereka memprakarsai konferensi di Bretton Woods yang kelak akan mengatur system keuangan dunia.

Inti kesepakatan Bretton Woods awalnya adalah janji Amerika Serikat untuk mendukung uang Dollar-nya secara penuh dengan emas yang nilainya setara. Kesetaraan ini mengikuti konversi harga emas yang ditentukan tahun 1934 oleh Presiden Roosevelt yaitu US$ 35 untuk 1 troy ons emas. Negara-negara lain yang mengikuti kesepakatan tersebut awalnya diijinkan untuk menyetarakan uangnya terhadap emas ataupun terhadap Dollar.  Dengan kesepakatan ini seharusnya siapapun yang memegang Dollar dengan mudah menukarnya dengan emas yang setara.

Namun kesepakatan Bretton Wood yang digagas oleh Amerika ternyata juga diingkari sendiri oleh Amerika. Secara perlahan tetapi pasti mereka ternyata mengeluarkan uang yang melebihi kemampuan cadangan emasnya, bahkan secara sepihak mereka tidak lagi mengijinkan mata uang lain disetarakan terhadap emas , harus dengan Dollar.

Pemegang Dollar juga tidak bisa serta merta menukarnya dengan emas yang setara, tentu hal ini karena Amerika Serikat memang tidak memiliki jumlah cadangan  emas yang seharusnya dimiliki setara dengan jumlah uang yang dikeluarkan – saat itu Amerika hanya memiliki 22% dari jumlah cadangan emas yang harusnya mereka miliki !.

Ketidakadilan ini mulai mendapatkan protes oleh sekutu Amerikat sendiri yaitu Generale De Gaulle dari Perancis. Pada tahun 1968 Degaulle menyebut kesewenang-wenangan Amerika sebagai mengambil hak istimewa yang berlebihan  atau exorbitant privilege.

Tekanan dan ketidak percayaan terus berlanjut dan Negara-negara sekutu Amerika Serikat terus menukar Dollarnya dengan emas. Praktis saat itu hanya Jerman yang tetap mendukung Dollar dan tidak menukar dollarnya dengan emas.

Puncak kesewenang-wenangan Amerika terjadi pada tahun 1971 ketika secara sepihak Amerika Serikat memutuskan untuk tidak lagi mengaitkan Dollar-nya dengan cadangan emas yang mereka miliki – karena memang mereka tidak mampu lagi !.

Kejadian yang disebut Nixon Shock  tanggal 15 Agustus 1971 ini tentu mengguncang dunia karena sejak saat itu sebenarnya Dollar Amerika tidak bisa lagi dipercayai nilainya sampai sekarang.

Berdasarkan kesepakatan Bretton Woods seharusnya US$ 35 setara dengan 1 troy ons emas, sekarang   atau 37 tahun kemudian perlu US$ 815 untuk mendapatkan 1 troy ons emas. Artinya Dollar Amerika saat artikel ini ditulis hanya bernilai 4.3  % dari nilai yang seharusnya apabila Amerika Serikat memenuhi janjinya dalam kesepakatan Bretton Woods yang diprakarsainya.

Dengan kegagalan  Bretton Woods tersebut seharusnya badan-badan pelaksana konsep ini yaitu IMF dan Bank Dunia juga harus ditutup karena mereka telah gagal menjalankan fungsinya.

Ironisnya bukan ini yang terjadi, kurang lebih empat bulan setelah terang-terangan Amerika mengingkari janjinya di Bretton Woods, tepatnya tanggal 18 Desember 1971 mereka melahirkan apa yang disebut Smithsonian Agreement.

Perjanjian yang diteken di Smitsonian Institute bersama negara negara industri yang disebut G 10 ini lah yang menandai berakhirnya era fixed exchange rate dengan back up emas, menjadi rejim floating exchange rate yang diikuti oleh seluruh negara anggota IMF termasuk Indonesia sampai sekarang.

Sejak tahun 1971 tersebut praktis seluruh otoritas moneter dunia menggunakan kembali uang fiat murni yaitu uang yang tidak didukung oleh adanya cadangan emas. Uang fiat (dari bahasa latin yang artinya let it be done !, terjemahan bebas ke bahasa anak Jakarta-nya kurang lebih “emangnye gue pikirin…”) adalah uang yang dibuat dari barang yang tidak senilai dengan uang tersebut, bisa berupa kertas, catatan pembukuan semata (accounting entry) di bank, atau bahkan hanya bit binari dalam memori computer.  Karena asalnya tidak bernilai, kemudian dipaksakan harus diakui nilainya – maka uang fiat ini nilai dan keabsahannya ditentukan oleh pihak yang berwenang dalam suatu negara – oleh karenanya juga menjadi pembayaran yang syah (legal tender) dalam perdagangan, pembayaran hutang dlsb.

System yang gagal ini yang mau dihidupkan kembali oleh para ekonom dan beberapa pemimpin negara. Saya sendiri pesimis kalau Bretton Wood II akan bisa terwujud.  Seandainya toh ini terwujud, saya yakin Bretton Wood II akan mengulangi kegagalannya persis seperti yang dulu.

1971 adalah awal dari Manipulasi Uang Kertas

Mengapa saya demikian yakin, bahwa kalau toh ada Bretton Woods II pasti gagalnya ?. Keyakinan ini timbul tidak lain karena kita punya sumber berita yang valid sepanjang zaman. Yang memberitakan-pun adalah Yang Maha Tahu. Yang ditetapaknNya pasti terjadi.

Kita diberitahu oleh Yang Maha Mengetahui; agar kita hati-hati mempercayakan urusan keuangan kita pada Yahudi karena lebih besar kemungkinan mereka yang berkianat dibandingkan yang tidak, bahkan mereka menganggap kita sebagi orang-orang umi yang harta kita bisa diambil mereka secara sepihak. Ayatnya  sebagai berikut :

”Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu Dinar, tidak dikembalikannya padamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang umi”. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui” (QS 3 : 75).

Nixon Shock 1971 adalah salah satu bukti pengkhianatan mereka atas kepercayaan Dunia terhadap mereka.

Berita lainnya yang sudah sering sekali saya kutip adalah berita bahwa ekonomi yang dibangun atas dasar Riba, pasti dimusnahkanNya (QS 2 :276).

Mungkin timbul dibenak Anda bahwa bukankah Bretton Woods menggunakan emas sebagai dasar untuk pencetakan uang; Dinar juga menggunakan emas sebagai uang. Lantas apanya yang berbeda ?.

Dalam Islam, uang hanya sebagai alat atau timbangan agar muamalah bisa berjalan secara adil – Dinar memerankan sebagai timbangan yang adil tersebut.

Agar timbangan tersebut tetap selalu ada di masyarakat yang membutuhkannya – agar muamalah selalu bisa berjalan secara adil; maka serangkaian aturan syariah yang ketat harus ditaati oleh umat ini; antara lain :
  • Larangan menimbun.
  • Larangan riba.
  • Larangan menggunakan emas sebagai tempat makan dan sejenisnya.
  • Larangan laki-laki menggunakan perhiasan emas.
  • Dorongan agar harta selalu berputar – tidak hanya pada golongan yang kaya.

Jadi yang memungkinkan system Dinar berjaya dulu (dan juga insyaallah kelak) bukan semata-mata Dinarnya saja, tetapi seluruh system keadilan berjalan.

Apabila sekarang yang akan dilakukan hanya menggunakan Emasnya saja sebagai referensi; tetapi system penunjangnya secara keseluruhan masih sangat mungkar – riba dan spekulasi masih meraja lela – maka emas sendirian – tidak akan banyak membawa perubahan.

Terlepas bahwa kecil kemungkinan Bretton Woods II bisa terwujud apalagi bisa sukses, sebenarnya ada hikmah lain yang bisa kita ambil dari mulai dibicarakannya Bretton Woods oleh para ekonom dan pemimpin dunia. Hikmah ini adalah pengakuan mereka dalam tindak - bahwa emas-lah sesungguhnya uang yang seharusnya selalu menjadi rujukan.
Wallahu A’lam.


from : rumahdinar