Pergerakan dinar

Tabungan M-Dinar

Selasa, 11 Juni 2013

Ketetapan Baku Takaran dan Timbangan Dinar Dirham


Prof Dr Syekh Ali Gomah - Mufti dan Guru Besar Universitas Al Azhar Mesir
Syariat Islam mengatur soal takaran, ukuran dan timbangan, dengan medetail. Termasuk takaran dan timbangan Dinar dan Dirham. 

Timbangan, takaran, dan ukuran yang ada di dalam kitab-kitab fikih Islam sering disalahpahami oleh para pembaca dan para peneliti, sementara mereka sebenarnya sangat membutuhkan pengetahuan tentang patokan dasar timbangan dan takaran, sekaligus perbandingannya dengan satuan meter yang sudah biasa dipakai di dunia saat ini.


Sebagaimana telah diketahui bahwa patokan standar untuk seluruh ukuran timbangan dalam syariat Islam adalah dirham, yang berasal dari satuan ukuran Yunani (drakhma) yang terbuat dari bahan perak dan menjadi alat tukar resmi Persia. Patokan standar berikutnya adalah mitsqal yang berasal dari Solidus Romawi Bizantium yang terbuat dari bahan emas dan menjadi alat tukar resmi Bizantium. Perbandingan timbangan mitsqal dengan dirham dari sudut pandang syariat adalah 7:10, namun dalam beberapa kondisi secara praktek di lapangan dapat mencapai 2:3.

Dirham dan mitsqal yang merupakan ukuran timbangan barang, berbeda dengan dirham perak dan dinar emas yang digunakan sebagai satuan mata uang dan alat tukar yang digunakan masyarakat.

Kita masih memiliki di beberapa museum saat ini berbagai mata uang emas (dinar) dan perak (dirham) yang pernah digunakan selama beberapa kurun waktu di beberapa tempat dan kawasan yang berbeda. Selain itu kita juga masih memiliki "Shinaj Zujajiyyah" (timbangan kaca) yang dulu pernah menjadi patokan mata uang. Jika diperhatikan, maka akan terlihat ukuran berbagai mata uang tersebut memiliki perbedaan yang sangat signifikan; baik karena kualitas yang buruk, dipalsukan, sudah berumur, maupun sebab-sebab lainnya. Akan tetapi dalam masalah ini "shinaj" yang murni tetap lebih akurat.

Istilah-istilah yang ada dalam referensi-referensi fikih tidak memiliki pengertian yang sama karena perbedaan penulis, masa mereka hidup, dan mazhab yang mereka anut. Oleh sebab itu pengertian ukuran-ukuran seperti habbah, qirath, dzira', dan lain sebagainya yang disebutkan oleh seorang penulis belum tentu sama dengan penulis yang lain. Atas dasar ini, kita hendaknya tidak menganggap kata-kata ini menunjukan sebuah ukuran nilai tertentu yang baku. Kita sepatutnya berpijak dari "shinaj" untuk dapat mengetahui nilai ukuran yang lainnya seperti habbah, rathl, qirath, dan lain sebagainya, serta memahami istilah setiap mazhab sesuai dengan apa yang mereka maksudkan.

Para ulama menjadikan "ukuran panjang" sebagai patokan dasar untuk timbangan, tekaran, dan berbagai ukuran lainnya yang dipakai oleh seluruh bangsa. Itu karena para ilmuwan terdahulu telah memperkirakan ukuran jari-jari khatulistiwa. Lantas mereka membuat sebuah jarak antara dua titik (70/1) juta dari jari-jari khatulistiwa tersebut. Ukuran ini dinamakan "adz-Dzira' al-Muqaddas". Mereka juga menghubungkan antaradzira' (lengan) dan ukuran, serta antara timbangan dan qadam (kaki). Selain itu mereka juga menghubungkan antara timbangan dan takaran dan timbangan air murni itu sama. Oleh sebab itu, mereka membagi satu kubik air yang memiliki sisi dzira' dan qadam ke dalam satuan-satuan yang memiliki besaran sama dalam timbangan dan takaran. Hal ini untuk mempermudah dalam melakukan konversi dari satuan timbangan ke satuan takaran atau sebaiknya.

Dalam masalah takaran dan timbangan, terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara istilah-istilah yang digunakan oleh para astronom dan istilah-istilah yang digunakan oleh ulama fikih. Penyebabnya, para astronom menyatakan bahwa ukuran seperempat lingkar garis khatulitiwa adalah 10.017.598 m, panjang garis lintang bumi adalah 111.307 m, dan panjang satu menitnya adalah 1855 m. Sedangkan angkapecahannya diabaikan karena tidak ada perbedaan dam perbedaan jarak qasar. Para astronom membagi bumi menjadi 360 derajat (360˚). Dan membagi derajat menjadi 60 bagian yang dinamakan menit. Dan mereka membagi menit tersebut menjadi seribu bagian yang disebut khutwah, ba', atau qamah yang panjangnya mencapai185,5 cm. Ba' dan khutwah itu sama, yaitu nama untuk bagian tersebut yang merupakan satu bagian dari 60.000 bagian derajat.

Mereka mambagi hutwah menjadi empat bagian tersebut dinamakan dzira' yang mamiliki panjang mencapai46,375 cm. Kemudian mereka membagi dzira' manjadi 1,5 qadam, yaitu menjadikan khutwah atau ba' sebanyak enam qadam. Dengan demikian panjang satu qadam adalah 30.917 cm.



Kamudian mereka menentukan ukuran satu qadam sebesar empat qabdhah, dan dzira' sebesar enam qabdhah. Satu qabdhah sebesar empat ishba'. Dengan demikian, satu qadam sebesar 16 ashba' dan satu dzira' sebesar 24 ashba'. Para ulama fikih telah mengupas tentang ukuran, takaran, dan timbangan yang notabene berkaitan erat dengan banyak persoalan fikih. Di antaranya sebagaimana yang disebutkan oleh imam Suyuti dalam kitab "Qath'u al-Mujadalah 'inda Taghyiir ala- Mu'amalah". Di dalam kitab tersebut beliau neyebutkan: "Ada sumber yang menyatakan bahwaUamr bin Khatab RA pernah melihat jenis-jenis dirham yang berbeda. Diantaranya al-Baghli sebesar 4 daniq, ath-Thabari sebesar 4 daniq. Lantas Umar pun berkata: "Lihatkah ukuran yang digunakan oleh mayoritas masyarakat adalah al-Baghli dan yang terendah adalah ath-Thabari. Akhirnya keduanya dijumlahkan hingga menjadi 12 daniq dan dibagi dua sehingga menjadi 6 daniq. Enam daniq inilah yang akhirnya dijadikan ukuran dirham dalam Islam.

Imam Suyuthi juga menyebutkan bahwa Qadhi Iyadh berkata: "Tidak benar bila ukuran uqiyah dan dirham dianggap tidak dikenal di masa Rasulullah SAW. Karena beliau mewajibkan zakat pada beberapa hitungan darinya, dan digunakan juga untuk baiat dan pernikahan, sebagaimana disebutkan didalam hadits-hadits shahih."

Hal ini manjelaskan bahwa dirham-dirham tersebut barui dikenal di masa Abdul Malik bin Marwan, dan dialah yang mengumpulkan dirham-dirham tersebut dengan berdasarkan pendapat para ulama, menjadikan setiap 10 timbangan dirham menjadi 7 mitsqal, dan timbangan dirham adalah 6 daniq, adalah pendapat yang salah. Karena dirham yang baru dikenal di masa Abdul Malik bin Marwan adalah dirham Islam yang nilainya sudah tidak mengalami perbedaan. Sebelum masa itu, dirham memiliki banyak versi, dari Persia dan Romawi -baik ukuran kecil maupun besar-, pecahan perak yang belum dibentuk sebagai mata uang dan terukir, serta berasal dari Yaman dan Maroko.

Oleh karena itu, di masa Abdul Malik, ada ide dari para ulama untuk mengubahnya menjadi mata uang Islam lengkap dengan ukirannya, serta menjadikannya sebagai satuan timbangan dan benda yang dijadikan alat ganti dari berbagai macam timbangan. Akhirnya, mereka mengumpulkan berbagai versi dirham dari ukuran yang paling besar hingga paling kecil, dan menjadikannya mata uang sesuai tingkatan timbangan yang biasa mereka gunakan.

Imam Rafi'i berkata: "Generasi pertama Islam sepakat untuk menggunakan ukuran timbangan ini, yaitu bahwa dirham bernilai 6 daniq. Setiap 10 dirham senilai 7 mitsqal tidak pernah mengalami perubahan, baik pada masa jahiliyah maupun Islam."

Imam Nawawi berkata: "Nilai mitsqal sudah diketahui. Nilainya tidak berbeda baik pada masa jahiliyah maupun Islam. Adapun yang dimaksud fidhah (perak) adalah dirham-dirham di masa Islam. Tombangan dirham adalah 6 daniq. Setiap 10 dirham senilai 7 mitsqal emas. Generasi pertama Islam sepakat dengan ukuran ini."

Dirham merupakan satuan alat tukar yang terbuat dari perak dengan timbangan tertentu. menurut madhab Hanafiah adalah 3,125 gr. Menurut jumhur adalah 2.975 gr. Dinar merupakan emas seukuran 1 mitsqal. Para ulama sepakat bahwa nilai dinar adalah 4,25 gr.

*)Artikel ini merupakan pengantar Kamus Istilah Takaran dan Timbangan dalam Syariat oleh Prof Dr Syekh Ali Gomah (Mufti dan Guru Besar Universitas Al Azhar, Mesir). 

0 komentar:

Posting Komentar