By : muhaimin iqbal - gerai dinar
Setelah
penurunan beruntun harga emas dunia sejak April lalu, tidak dipungkiri bahwa
semakin banyak pihak yang pesimis dengan perkembangan harga emas kedepan. Pada
saat yang bersamaan tentu masih ada juga yang tetap optimis atau setidaknya
mengambil kesempatan dari harga emas yang terdiscount secara besar-besaran ini.
Siapa yang pesimis dan siapa yang optimis ?
Yang
pesimis ini jumlahnya sedikit, tetapi
mereka inilah yang perkasa di perdagangan emas dunia – terutama yang dalam
bentuk paper seperti ETF dlsb. Jadi meskipun jumlahnya sedikit mereka tetap
mampu mengguncang dunia perdagangan emas.
Lantas
siapa yang masih bisa optimism dan bahkan mengambil kesempatan dalam kejatuhan
harga emas dunia ini ? Mereka ini adalah masyarakat yang secara tradisi memang
menggunakan emas sebagai bagian dari lifestyle-nya. Masyarakat China dan
India yang penduduknya mewakili sekitar 40% dari penduduk dunia, kebutuhan emas
fisiknya mewakili sekitar 61 % dari pasar emas fisik dunia.
Pasca
kejatuhan harga emas di bulan April lalu, emas fisik di India rata-rata
diperdagangkan lebih tinggi sekitar US$ 40 /ozt diatas harga emas dunia per troy
ounce-nya. Dua pekan lalu sekitar 10,000-an orang di China rela ngantri di jalan
untuk memborong emas yang lagi jatuh harganya.
Di
sinilah ironinya, pasar emas fisik yang begitu besar seperti di India, China dan
bahkan juga Indonesia, dalam hal harga masih sangat terpengaruhi oleh pasar emas
non fisik. Sebaliknya Amerika dan Eropa dimana pasar emas fisiknya hanya sekitar
10% dari pasar emas fisik dunia, perdagangan bursanya yang di London dan New
York seolah menjadi penentu harga emas dunia.
Lantas
dimana posisi kita di antara kedua kelompok tersebut di atas ? Kita bukan George
Soros atau Goldman Sachs, tapi kita juga bukan India atau China. Kita
membutuhkan emas bukan sebagai investasi atau hanya sekedar lindung nilai, kita
membutuhkan emas untuk timbangan yang adil dalam muamalah, dan bahkan juga
membutuhkan emas untuk pelaksanaan sebagian syariat itu sendiri seperti
menentukan nilai untuk membayar zakat dlsb.
Bahkan
negeri ini sebenarnya juga butuh tambahan cadangan emas di bank sentral yang
kini tinggal sekitar 73 ton atau sekitar 24% lebih rendah dari cadangan emas
kita selama seperempat
abad antara tahun 1981 s/d 2006. Kalau tidak bisa
menambah, setidaknya kini kesempatan baik untuk membeli kembali emas yang pernah
kita jual di akhir 2006 – mumpung harga lagi
murah ! Belasan negara di dunia menambah cadangan emas di bank sentral-nya
sepanjang tahun lalu, mengapa tidak Indonesia ?
Bagi
negeri-negeri yang penduduknya mayoritas Islam, selain meningkatkan cadangan
emas bank sentralnya, mestinya bisa juga mengikuti apa yang dilakukan India dan
China – yaitu mendorong rakyatnya menguasai emas fisik dunia. Bukan untuk
ditimbun atau sekedar dijadikan perhiasan, tetapi agar kita punya timbangan yang
adil untuk muamalah itu kembali – mumpung harga emas dunia lagi murah. Wa Allahu
A’lam.
0 komentar:
Posting Komentar