Melihat judul ini mungkin Anda bingung, bagaimana kita menggunakan Dinar dan
bahkan juga menyimpannya tetapi tidak menimbunnya ?. Bagaimana caranya ?, apa
batasannya ? dlsb.
Intinya adalah menjadi kewajiban kita untuk memenuhi kebutuhan diri
sendiri, keluarga, mengantisipasi kebutuhan dharurat dan, meninggalkan keturunan
yang kuat.
Bahkan Al-Qur’an mengajarkan bagaimana kita mengantisipasi kebutuhan dharurat tersebut melalui surat Yusuf 47-48 berikut :
“Dia (Yusuf) berkata:’Agar kamu bercocok tanam
tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai
hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit yang kamu makan. Kemudian
setelah itu akan datang tujuh tahun yang sangat sulit yang menghabiskan apa yang
kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit). kecuali sedikit dari apa (bibit
gandum) yang kamu simpan”.
Ayat diatas adalah ayat yang menjadi dasar sekaligus menjadi metode (minhaj) bagaimana seorang muslim mempersiapkan diri menghadapi masa sulit. Apa bentuk masa sulit umat jaman sekarang ?. Secara luas masa sulit ini bagi kita yang hidup di zaman ini bisa berupa krisis moneter seperti yang kita alami puncaknya tahun 1997-1998. masa banyak musibah kekeringan, gempa bumi, banjir – semuanya menjadi trigger masa sulit bagi umat.
Kemudian secara individu masa sulit ini bisa berarti kehilangan pekerjaan/penghasilan, pensiun, sakit, ditinggal mati kepala keluarga dlsb.
Lantas bagaimana mengatasinya ? Simpan sebagian penghasilan di ‘tangkainya’. Maksud menyimpan gandum ditangkainya adalah agar tidak cepat busuk atau menurun kwalitas dan nilainya, agar tetap bisa menjadi bibit yang bisa ditanam kembali kapan saja.
Harta dan penghasilan umat jaman sekarang mayoritas tentu bukan gandum, melainkan mayoritas berupa uang. Nah bagaimana mempertahankan uang agar tidak mengalami pembusukan nilainya dari waktu-ke waktu ? Jawabannya sederhana – itulah mengapa uang dalam Islam harus sesuati yang memiliki nilai yang riil (nilai intrinsik) seperti emas, perak, gandum, kurma dst. Dari komoditi riil tersebut untuk saat ini tentu emas yang berupa Dinar paling praktis penyimpanannya. Emas batangan juga aman, namun tidak terlalu likwuid dan tidak memiliki fleksibilitas dalam penjumlahan maupun pembagian. Misalnya Anda punya 100 gram emas. Anda hendak butuhkan 10 gram untuk kebutuhan bulan ini – tidak mudah bukan untuk memecahnya ?. Lain halnya dengan Dinar, Anda punya 100 Dinar, hendak di konsumsi 10 Dinar – tinggal dilepas yang 10 Dinar dan dipertahankan yang 90 Dinar.
Menyimpan Dinar hanya perlu secukupnya – setiap kita
diilhami untuk bisa mengetahui kecukupan kita masing-masing ( tanya hati kecil
kita – pasti kita tahu), kita diberi ilham oleh Allah untuk mengetahui “Maka Dia
mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan dan ketakwaannya” (QS 91:8).
Apa risikonya kalau kita menyimpan harta – dalam
bentuk apapun baik itu uang kertas, rumah, mobil, saham, maupun emas- secara
berlebihan dan tidak menafkahkan di jalan Allah?. Ancamannya adalah Azab yang
pebih bagi penimbun harta. (QS 9:34-35).
Jadi menyimpan harta secukupnya untuk memenuhi
kewajiban kita terhadap diri, keluarga dan keturunan adalah sesuatu yang boleh
dan ada tuntunannya karena ini bagian dari ketahanan ekonomi umat – dalam
AlQuran surat Yusuf tersebut diatas disebut Yuhsinun (Tuhsinun untuk orang
kedua).
Sebaliknya menyimpan diluar yang dibutuhkan dan
tidak menafkahkan di jalan Allah adalah perilaku menimbun yang amat sangat
dilarang – di AlQuran disebut Yaknizun.
Perbedaan antara Yuhsinun dan Yaknizun inilah
yang kita harus tahu karena kita diilhami olehNya untuk mampu membedakannya.
Wallahu A’lam.
Have a gold day!!!!!
By Muhaimin Iqbal
0 komentar:
Posting Komentar